Liputan24.com|Sulut,– Dunia jurnalistik Sulawesi Utara kembali tercoreng dengan insiden memalukan di Kantor Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN). Sejumlah jurnalis yang diundang untuk mengklarifikasi dugaan korupsi proyek preservasi jalan Airmadidi, justru mengalami intimidasi, penghalangan tugas, bahkan nyaris dikeroyok mental oleh oknum pegawai. Senin 20 Oktober 2025.
Alih-alih memberikan klarifikasi, PPK 1.1 Sam Haerani justru menunjukkan sikap arogan dan ketidaksukaan terhadap pemberitaan yang dilakukan para jurnalis. Menurut kesaksian para jurnalis, PPK sejak awal menunjukkan sikap tidak bersahabat, menanyakan latar belakang pendidikan hingga memaksa mereka menjelaskan kronologis kedatangan ke lokasi proyek dengan nada keras.
Situasi yang tidak nyaman membuat para jurnalis memutuskan untuk meninggalkan ruangan. Namun, PPK justru memukul meja dan mengeluarkan suara keras, sehingga terjadi adu mulut. Merasa terancam, para jurnalis meninggalkan ruangan menuju parkiran.
Namun, teror tak berhenti di situ. Sebelum masuk mobil, mereka mendengar oknum pegawai memerintahkan satpam menutup portal, bahkan memprovokasi pemukulan terhadap jurnalis. Beruntung, seorang pegawai bernama Harold berhasil meredam situasi.
Ketua PWOIN Sulut, Resa Lumanu, mengecam keras insiden ini dan menilai tindakan PPK 1.1 Sam Haerani dan oknum pegawai BPJN sangat tidak pantas serta mencoreng citra lembaga pemerintah.
“Apa yang sudah dilakukan oleh pihak BPJN Sulut dalam hal ini PPK 1.1 Sam Haerani sangat tidak pantas, dan tidak mencerminkan dia sebagai pejabat yang ada di instansi pemerintah,” tegas Resa.
Resa juga meminta Kepala BPJN Sulut mengevaluasi kinerja PPK 1.1 Sam Haerani dan Kasatker Ringgo Radetyo, karena dinilai tidak mampu membina bawahan dan arogan terhadap jurnalis. “Saya minta Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional untuk segera mengevaluasi kinerja dari PPK 1.1Sam Haerani dan Kasatker Ringgo Redetyo, karena tidak mampu membina bawahan dan arogan terhadap wartawan, kalau perlu segera copot Sam Haerani dari jabatannya,” tegasnya.
Resa menambahkan, kantor BPJN adalah instansi pemerintah, bukan sarang preman berkedok logo korpri. “Jangan sampai masyarakat menilai bahwa BPJN adalah sarang preman, karena awak media saja mereka perlakukan demikian apa lagi masyarakat biasa yang berurusan dengan instansi ini,” tegasnya.
Masyarakat dan organisasi pers mengecam keras intimidasi dan pelecehan terhadap jurnalis yang menjalankan tugas. Mereka menuntut investigasi dan sanksi tegas terhadap pelaku.
Kebebasan pers adalah pilar demokrasi. Menghalang-halangi jurnalis adalah pelanggaran undang-undang dan prinsip demokrasi. Kasus ini harus diusut tuntas agar tidak ada jurnalis yang mengalami perlakuan serupa. Masyarakat menanti tindakan tegas aparat penegak hukum!
( Tiem )