Liputan24.Com//Manado–
Situasi tegang sempat mewarnai lingkungan Kelurahan Tingkulu, Kecamatan Wanea, Kota Manado, ketika sekelompok pria yang mengaku sebagai debt collector mendatangi rumah seorang warga berinisial FW. Mereka berusaha menarik paksa sepeda motor korban dengan alasan tunggakan cicilan selama dua bulan. Namun, aksi mereka berhasil digagalkan oleh tim Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia (LPK-RI) Sulawesi Utara yang turun langsung ke lokasi. Kamis (31/7/2025)
Tiga orang yang mengklaim sebagai penagih utang itu bahkan datang bersama beberapa pria tak dikenal dengan gestur mencurigakan. Ironisnya, mereka tidak mampu menunjukkan dokumen legal seperti akta fidusia—yang menjadi syarat utama dalam proses penarikan kendaraan secara hukum. Aksi mereka langsung menuai perlawanan dari warga dan aparat LPK-RI yang siaga membela hak-hak konsumen.
Wisje Maramis, Sekretaris DPD LPK-RI Sulut, dengan lantang mengecam tindakan sepihak tersebut.
“Ini jelas pelanggaran hukum. Penarikan kendaraan harus berdasarkan aturan perundang-undangan, bukan aksi preman jalanan,” tegasnya.
Berkat kehadiran tim LPK-RI, situasi berhasil diredam. Para debt collector yang awalnya bertindak agresif, mendadak berubah sikap setelah dipertanyakan soal dokumen dan prosedur hukum.
ok
Korban, FW, mengaku memang tengah mengalami kendala keuangan, namun tidak menyangka akan mendapat perlakuan intimidatif.
“Saya tidak lari dari tanggung jawab, tapi perlakuan kasar seperti ini sangat tidak manusiawi. Seharusnya ada mekanisme penagihan yang santun dan beretika,” ujarnya.
Yang mengejutkan, motor yang coba ditarik itu dibiayai oleh Smart Finance—perusahaan pembiayaan yang namanya kerap muncul dalam aduan masyarakat terkait metode penagihan yang diduga melanggar etika dan hukum.
Menurut Wisje, ini bukan kasus pertama di Sulut.
“Kami sudah sering menerima laporan tentang debt collector yang bertindak di luar batas. Lembaga pembiayaan harus ikut bertanggung jawab. Mereka tidak bisa cuci tangan terhadap ulah penagih yang mereka rekrut,” tegasnya.
LPK-RI meminta masyarakat untuk tidak takut melapor bila mengalami intimidasi serupa, serta mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah agar memperketat pengawasan terhadap praktik penagihan oleh pihak ketiga.
“Tanpa langkah tegas, aksi seperti ini akan terus berulang. Saatnya negara hadir sepenuhnya dalam melindungi hak konsumen,” pungkas Wisje.
Insiden ini kembali menyoroti pentingnya penertiban terhadap praktik debt collector nakal yang bertindak di luar koridor hukum. Konsumen bukan objek teror, tetapi subjek hukum yang harus dihormati dan dilindungi sepenuhnya.(Tim_Red)